Bab 1 : Dinamika Perwujudan Pancasila Sebagai Dasar
dan Pandangan Hidup Bangsa
A. Penerapan
Pancasila dari Masa ke Masa
Kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Akan
tetapi, dalam perwujudannya banyak sekali mengalami pasang surut. Bahkan
sejarah bangsa kita telah mencatat bahwa pernah ada upaya untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
dengan ideologi lainnya. Upaya ini dapat
digagalkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Meskipun demikian, tidak berarti ancaman terhadap Pancasila sebagai dasar negara
sudah berakhir. Tantangan masa kini dan masa depan yang
terjadi dalam perkembangan masyarakat
Indonesia dan dunia internasional, dapat menjadi ancaman bagi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup.
1. Masa Orde Lama
Pada masa Orde lama,
kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam
suasana peralihan dari
masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk penerapan Pancasila terutama
dalam sistem kenegaraan.
Pancasila diterapkan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode penerapan Pancasila yang
berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.
a. Periode 1945-1950
Pada periode ini,
penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup
menghadapi berbagai masalah. Ada upaya-upaya
untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Upaya-upaya tersebut terlihat dari munculnya
gerakan-gerakan pemberontakan yang tujuannya menganti
Pancasila dengan ideology lainnya.
Ada dua pemerontakan yang terjadi pada periode ini yaitu:
1) Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiu terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut akan mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya bisa digagalkan.
2) Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini
ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at islam. Upaya penumpasan pemberontakan ini memakan waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap
pada tanggal 4 Juni 1962.
b. Periode 1950-1959
Pada periode ini
dasar negara tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan seperti ideologi leberal. Hal
tersebut dapat dilihat dalam penerapan sila keempat yang tidak lagi
berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting).
Pada periode ini
persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan
(RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari
NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan
terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis.
Tetapi anggota Konstituante hasil
pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan
krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959
untuk membubarkan Konstituante, Undang-Undang Dasar Sementara
Tahun 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada Undang-Undang Dasar
Tahun 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila
selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang
ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
c. Periode 1959-1966
Periode ini dikenal
sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin
adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi
presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi
otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, dan menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI.
Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak
lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Pada periode ini terjadi Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan
pemberontakan ini adalah kembali mendirikan Negara Soviet
di Indonesia serta mengganti Pancasila
dengan paham komunis. Pemberontakan ini bisa digagalkan, dan semua pelakunya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman
sesuai dengan perbuatannya.
2.
Masa Orde Baru
Era demokrasi
terpimpin di bawah pimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan yang keras ketika terjadinya peristiwa tanggal 30
September 1965, yang disinyalir didalangi oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan PKI
tersebut membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yakni tersisihkannya partai tersebut dari arena perpolitikan
Indonesia. Begitu juga dengan Presiden Soekarno yang
berkedudukan sebagai Pimpinan Besar Revolusi
dan Panglima Angkatan Perang Indonesia secara pasti sedikit demi sedikit kekuasaannya dikurangi bahkan dilengserkan dari
jabatan Presiden pada tahun 1967, sampai pada akhirnya
ia tersingkir dari arena perpolitikan nasional.
Era baru dalam
pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat yaitu antara tahun 1966-1968, ketika Jenderal
Soeharto dipilih menjadi Presiden
Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi
Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan visi tersebut,
Orde Baru memberikan secercah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan politik, dari yang
bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis. Harapan rakyat tersebut
tentu saja ada dasarnya. Presiden Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru
dipandang rakyat sebagai sesosok manusia yang mampu
mengeluarkan bangsa ini keluar dari keterpurukan.
Hal ini dikarenakan beliau berhasil membubarkan PKI, yang ketika itu dijadikan musuh utama negeri ini. Selain itu,
beliu juga berhasil menciaptakan stabilitas keamanan negeri
ini pasca pemberontakan PKI dalam waktu
yang relatif singkat. Itulah beberapa anggapan yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah
pimpinan Presiden Soeharto.
Harapan rakyat
tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena, sebenarnya tidak ada perubahan yang subtantif dari kehidupan politik
Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde Lama sebenarnya sama
saja (sama-sama otoriter). Dalam perjalanan
politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan
Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga
Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya baik yang
bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK dan MA) maupun yang
bersifat infrastruktur (LSM, Partai Politik, dan sebagainya). Selain
itu juga Presiden Soeharto mempunyai sejumlah legalitas
yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti
Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.
Dari uraian di atas,
kita bisa menggambarkan bahwa pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan
alat politik penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.
3.
Masa Reformasi
Pada masa reformasi,
penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa terus menghadapi berbagai tantangan.
Penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain, akan
tetapi lebih dihadapkan pada kondisi kehidupan masyarakat yang diwarnai
oleh kehidupan yang serba bebas.
Kebebasan yang
mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia saat ini meliputi berbagai macam bentuk mulai dari kebebasan
berbicara, berorganisasi, berekspresi dan sebagainya. Kebebasan
tersebut di satu sisi dapat memacu kreativitas masyarakat, tapi disisi lain juga bisa
mendatankan dampak negatif yang merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Banyak hal negative yang timbul sebagai akibat penerapan
konsep kebebasan yang tanpa batas, seperti
munculnya pergaulan bebas, pola komunikasi yang tidak beretika dapat memicu terjadinya perpecahan, dan sebagainya.
Tantangan lain dalam
penerapan Pancasila di era reformasi adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga
bangsa saat ini adalah yang
ditandai dengan adanya konflikdi beberapa daerah, tawuran antar pelajar, tindak kekerasan yang dijadikan sebagai alat untuk
menyelesaikan permasalahan dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut
telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh
nilai-nilai Pancasila yang
lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Kemudian, selain dua
tantangan tersebut, saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan
mendasar, serta berpacunya pembangunan bangsa-bangsa.
Dunia saat ini sedang terus dalam gerak
mencari tata hubungan baru, baik di lapangan politik, ekonomi maupun pertahanan keamanan. Walaupun bangsa-bangsa di dunia makin
menyadari bahwa mereka saling membutuhkan dan saling tergantung satu
sama dengan yang lain, namun persaingan antar kekuatan-kekuatan besar
dunia dan perebutan pengaruh masih berkecamuk. Salah satu cara untuk
menanamkan pengaruh kepada negara lain adalah melalui penyusupan
ideologi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kewaspadaan dan
kesiapan harus kita tingkatkan untuk menanggulangi penyusupan ideologi lain
yang tidak sesuai dengan Pancasila. Hal ini lebih penting artinya,
karena sebagian besar bangsa
kita termasuk masyakat berkembang. Masyarakat yang kita citacitakan belum terwujud secara nyata, belum mampu memberikan
kehidupan yang lebih baik sesuai cita-cita bersama. Keadaan ini sadar
atau tidak sadar, terbuka kemungkinan bangsa kita akan
berpaling dari Pancasila dan mencoba membangun masa depannya dengan diilhami oleh suatu pandangan
hidup atau dasar negara yang lain.
B. Nilai-nilai Pancasila Sesuai dengan Perkembangan Zaman
Diterimanya Pancasila
sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila
dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi
penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila
berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut
adalah nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan.
Nilai-nilai dasar
Pancasila dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut tetap dapat
diterapkan dalam berbagai kehidupan bangsa dari masa ke
masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila
merupakan ideologi yang bersifat terbuka.
1. Hakikat Ideologi Terbuka
Sebagai suatu sistem
pemikiran, ideologi sangatlah wajar jika mengambil sumber atau berpandangan dari pandangan dan falsafah hidup bangsa. Hal tersebut akan membuat ideologi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Artinya, ideologi tersebut bersifat terbuka dengan senantiasa mendorong terjadinya perkembangan-perkembangan pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa harus kehilangan jatidirinya. Kondisi ini akan berbeda sama sekali, jika ideologi tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari luar bangsanya atau pemikiran perseorangan. Ideologi yang
seperti itu akan kaku dan cenderung bersifat dogmatis
sempit. Dengan kata lain odeologi tersebut
bersifat tertutup.
Ciri khas ideologi
terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari
kekayaan rohani, moral dan
budaya masyarakat itu sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakat
sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat,
masyarakat dapat menemukan dirinya di dalamnya.
Ideologi terbuka
mempunyai banyak sekali keunggulan dibandingkan dengan ideologi tertutup. Keunggulan tersebut dapat kita
temukan dengan cara membandingkan karakteristik kedua
ideologi tersebut. Dalam tabel berikut dipaparkan
perbedaan karakteristik kedua ideologi tersebut.
Perbedaan
|
|
Ideologi Terbuka
|
Ideologi
Tertutup
|
1.
Sistem pemikiran yang terbuka.
2.
Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
3.
Dasar pembentukan ideology bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
4.
Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau anggota masyarakat.
5.
Tidak hanya dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat
6.
Isinya
tidak bersifat operasional. Ia
baru bersifat operasional apabila
sudah dijabarkan ke dalam
perangkat yang berupa konstitusi
atau peraturan perundang-undangan
lainnya.
7.
Senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran serta akselerasi dari masyarakat dalam mewujudkan cita-citanya untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat kemanusian.
|
1. Sistem
pemikiran yang tertutup
2. Cenderung
untuk memaksakan mengambil
nilai-nilai ideology dari
luar masyarakatnya yang tidak
sesuai dengan keyakinan dan pemikiran
masyarakatnya.
3. Dasar
pembentukannya adalah cita-cita
atau keyakinan ideologis perseorangan
atau satu kelompok orang
4. Pada
dasarnya ideologi tersebut diciptakan
oleh negara, dalam hal ini
penguasa negara yang mutlak harus
diikuti oleh seluruh warga masyarakat.
5. Pada
hakikatnya ideologi tersebut hanya
dibutuhkan oleh penguasa negara
untuk melangengkan kekuasaannya
dan cenderung memiliki
nilai kebenaran hanya dari sudut
pandang penguasa saja.
6. Isinya
terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati
oleh seluruh
warga masyarakat
7. Tertutup
terhadap pemikiranpemikiran baru yang berkembang di masyarakatnya.
|
Dari tabel di atas, ideologi terbuka memang lebih unggul dibandingkan dengan ideologi tertutup. Hal tersebut membuat ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan,melainkan dibutuhkan oleh berbagai negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang menganut sistem ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara ideologis. Dalam arti, Negara tersebut tidak mampu membendung desakan-desakan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar negaranya, yang pada akhirnya membuat ideology negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
2. Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi
Terbuka
Pancasila
berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka.
Sekalipun Pancasila bersifat terbuka, tidak berarti bahwa
keterbukaannya adalah sebegitu rupa
sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan jati diri Pancasila sendiri. Keterbukaan Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila
senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila
tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu.
Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi
masyarakat.
Berdasarkan uraian di
atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
a. Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai
dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung
cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar
ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai
dasar tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Nilai instrumental,
yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya program-program
pembangunan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
aspirasi masyarakat, undang-undang, dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada aspek ini
senantiasa dapat dilakukan perubahan.
c. Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai
instrumental dalam suatu
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi
praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa
berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan
(reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat.
Inilah sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang
terbuka.
Suatu ideologi selain
memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang
dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini
dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan
dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu,
Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu:
a. Dimensi Idealisme
Dimensi ini
menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam Pancasila yang
bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu, pada hakikatnya bersumber pada
filsafat Pancasila. Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai
filosofis atau sistem falsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan
harapan,optimisme serta mampu mendorong motivasi pendukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya.
b. Dimensi normatif
Dimensi ini
mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma,
sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain,
Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat
operasional, perlu memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.
c. Dimensi Realitia
Dimensi ini
mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat.Dengan
kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru
yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau
mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai
dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus
mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
penyelenggaraan negara (Alfian, 1992:195).
Berdasarkan dimensi
yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideology terbuka, maka ideologi Pancasila:
a.
Tidak
bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata
b.
Bukan
merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan
reformatif yang mampu melakukan perubahan.
c.
Bukan
merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan
pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Pancasila dapat
dipastikan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan tetapi, meskipun demikian keterbukaan
Pancasila bukan berarti tanpa batas. Keterbukan ideologi Pancasila
harus selalu memperhatikan:
a. Stabilitas nasional yang dinamis
b. Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai
ideologi marxisme, leninisme dan komunisme
c. Mencegah berkembanganya paham liberal
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat.
e. Penciptaan norma yang barus harus melalui consensus
C. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila dalam Berbagai Kehidupan
Tata urutan Pancasila
memiliki makna saling dijiwai dan
menjiwai oleh sila sebelum dan sesudahnya. Oleh karena itu tata urutan Pancasila tidak dapat dirubah, karena akan menghilangkan
makna dari Pancasila sebagai satu kesatuan. berikut tentang perwujudan nilai-nilai Pancasila sesuai
dengan perkembangan masyarakat dalam berbagai bidang.
1. Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang Politik
Perkembangan dan pengembangan bidang politik
harus didasakan pada setiap nilai dalam Pancasila. Karena kenyataan objektif
bahwa manusia adalah sebagai subjek negara, oleh karena itu kehidupan politik
harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Pengembangan politik negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus
mendasar dan moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila Pancasila dan
esensinya, sehingga praktik-praktik politik yang menghalalkan segala cara dapat
segera diakhiri.
2. Perwujudan nilai-nilai Pancasila
di bidang Ekonomi
Sistem perekonomian
yang dikembangkan adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Landasan operasional
sistem ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila
ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 33, yang menegaskan :
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hiduporang banyak dikuasai oleh Negara
c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasasioleh negara dn dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
d. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demorasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatan ekonomi nasional.
Berbagai wujud sistem
ekonomi baik yang sudah ada dalam masyarakat Indonesia maupun sebagai pengaruh dari asing, dapat
dikembangkan selama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Kita sudah mengenal dalam masyarakat saat ini
seperti bank, supermarket, mall, bursa saham, bentuk perusahaan, dan sebagainya. Semua lembaga perekonomian tersebut kita terima
selama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
3. Perwujudan nilai-nilai Pancasila di
bidang Sosial dan Budaya
Pengembangan dan pelestarian aspek sosial dan
budaya di dasarkan pada nilai-nilai budaya yang sudah dimiliki bansa Indonesia,
yaitu nilai-nilai budaya yang berdasar pada Pancasila dengan muatan nilai luhur
di dalamnya. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya tetap terjaga dan
tidak mudah terpenaruh pleh dampak buruk perkembanan zaman.
4. Perwujudan nilai-nilai Pancasila
di bidang Pertahanan dan Keamanan
Nilai-nilai Pancasila dapat memberikan etika bagi seluruh lapisan masyarakat
dalam mewujudkan pertahanan dan keamanan Republik Indonesia. Secara tidak
langsung etika tersebut akan menghindarkan Indonesia dari berbagai konflik dan
kekerasan. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dapat terwujud salah satunya
dengan adanya sistem pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena itu,
pembangunan dalam bidang pertahanan dan keamanan mutlak dilakukan dengan
senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
Bab 2 :
Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
A. Hakikat Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas empat alinea. Setiap alinea dalam
pembukaan memiliki makna khusus bilamana ditinjau dari
isinya Selain mempunyai makna yang sangat mendalam, Pembukaan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga
mengandung pokok-pokok pikiran. Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung
pokok-pokok pikiran
yang menggambarkan suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pokok-pokok
pikiran tersebut mewujudkan cita hukum yang menguasai
hukum dasar negara,baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pokok pikiran pertama: Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas
persatuan (pokok
pikiran persatuan).
Pokok pikiran ini
menegaskan bahwa dalam Pembukaan diterima aliran negara persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi
segenap bangsa dan seluruh wilayahnya. Dengan demikian negara mengatasi segala macam faham golongan, faham individualistik. Negara menurut pengertian Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghendaki persatuan. Dengan kata lain, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau individu. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran dari sila ketiga Pancasila.
2. Pokok pikiran kedua : Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pokok
pikiran keadilan sosial).
Pokok pikiran ini
menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin di capai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu kausa-finalis (sebab
tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan yang harus
dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada
tujuan tersebut dengan modal persatuan.
Ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan kepada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak hak dan
kewajiban dalam kehidupan masyarakat. Pokok pikiran ini
merupakan penjabaran sila
kelima Pancasila.
3. Pokok pikiran ketiga : Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan (pokok
pikiran kedaulatan rakyat).
Pokok pikiran ini
mengandung konsekuensi logis bahwa sistem Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan
atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan/perwakilan. Aliran ini
sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia, yang selalu mengedapankan asas
musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan suatu persoalan. Ini
merupakan pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang
menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pokok pikiran inilah yang merupakan dasar politik negara. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran sila
keempat Pancasila.
4. Pokok pikiran keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (pokok
pikiran Ketuhanan).
Pokok pikiran ini
mengandung konsekuensi logis bahwa Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang
luhur. Hal ini menegaskan bahwa pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung pengertian taqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, dan pokok
pikiran kemanusian yang adil dan beradab mengandung
pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusian yang luhur. Pokok
pikiran keempat ini merupakan dasar moral negara yang pada hakikatnya merupakan suatu penjabaran dari sila
pertama dan sila kedua Pancasila.
Empat pokok pikiran
ini merupakan penjelasan dari inti alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Atau dengan kata lain keempat pokok pikiran tersebut tidak
lain adalah merupakan penjabaran dari dasar negara, yaitu Pancasila.
B. Arti Penting Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Setiap alinea dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara yuridis
memiliki makna yang sangat dalam dan penting. Demikian juga dengan
pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Apabila diperhatikan keempat
pokok pikiran di atas, maka tampaklah bahwa pokok-pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah pancaran dari nilai-nilai
Pancasila.
Kemudian penjelasan
UU Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “ Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana
kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.
Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan
cita-cita hukum (Reichsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang
Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan
pokok-pokok pikiran ini
dalam pasal-pasalnya.” Dalam
pengertian ini maka dapat disimpulkan bahwa
pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Sebagai konsekuensi
dari kedudukannya sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia, maka pokok-pokok yang terkandung dalam
Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam realisasinya harus
dijabarkan dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah dan sebagainya. Dengan demikian seluruh peraturan
perundang-undangan di Indonesia
harus bersumber pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didalamnya terkandung
asas kerohanian negara yaitu Pancasila.
Dengan tetap
menyadari makna nilainilai yang
terkandung dalam Pancasila
dan dengan memperhatikan
hubungan antara Pembukaan dan pasal-pasal, maka dapatlah disimpulkan bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat dasar falsafah negara Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan merupakan satu rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Undang-Undang dasar 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang tidak lain adalah nilai-nilai Pancasila. Sedangkan Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur
yang telah mampu memberikan semangat
kepada dan terpancang dengan khidmat dalam
perangkat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Semangat (Pembukaan) dan yang
disemangati(Pasal-Pasal Undang-Undang
Dasar 1945) pada hakikatnya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Pokok-pokok pikiran
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945, juga memiliki arti penting dalam konteks
hukum dasar. Sepeti
diketahui di samping Undang-Undang Dasar, masih
terdapat hukum dasar
yang tidak tertulis yang juga merupakan sumber hukum, yaitu aturan dasar yang
timbul dan terpelihra dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Inilah yang disebut
konvensi atau kebiasaan katatanegaraan
sebagai pelengkap atau pengisi kekosongan dalam Undang- Undang Dasar.
C.. Sikap Positif terhadap Pokok-Pokok Pikiran dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disamping memuat aturan pokok yang diperlukan bagi negara dan
pemerintah, berisikan pula
dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa. Dasar falsafah bangsa dan pandangan hidup bangsa tersebut telah berakar dan tumbuh
berabad-abad lamanya dalam kalbu dan sejarah bangsa Indonesia dan telah
ditempa dan diuji melalui perjuangan yang panjang dan pengorbanan.
Mempertahankan
pokok-pokok pikiran dalam Pembukaaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak
hanya dilakukan dengan tidak merubahnya. Namun yang tidak kalah
penting adalah mewujudkan pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap lembaga negara, lembaga
masyarakat, dan setiap warga negara wajib
memperjuangkan pokok-pokok pikiran tersebut menjadi kenyataan. Coba kalian diskusikan bagaimana upaya
mewujudkan pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam berbagai lingkungan.
Beberapa contoh sikap positif terhadap pokok pikiran Pembukaan UUD 1945,
yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah :
1. Pokok Pikiran Pertama, sikap positif yang dapat kita lakukan
dalam kehidupan sehari-hari antara lain Ikut serta melindungi keluarga, teman,
dan masyarakat lain dari ancaman teroris atau ancaman lainnya yang dapat
merobohkan persatuan bangsa.
2. Pokok Pikiran Kedua, sikap positif yang dapat kita lakukan
antara lain dengan membantu fakir miskin dengan memberikan sandang atau pangan.
3. Pokok Pikiran Ketiga, sikap positif untuk mengamalkan pokok
pikiran ini antara lain, membudayakan musyawarah dalam kehidupan sekolah,
keluara, masyarakar dan tempat lainnya.
4. Pokok Pikiran Keempat, sikap positif yang dapat kita
tunjukan dalam pokok pikiran keempat ini adalah memelihara sikap luhur yaitu
dengan bersikap ramah kepada setiap orang, gemar membantu oran lain, berkata
yang santun, dan menjalankan ibadah sesuai agama yang dianut.
Bab 3 :
Kepatuhan Terhadap Hukum
A. Hakikat Hukum
Demi terbinanya
kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang, dalam setiap kehidupan masyarakat diperlukan aturan. Aturan yang
berlaku di masyarakat adalah norma, yang terdiri dari norma agama,
keseponan, kesusilaan dan hukum. Sebagai salah satu norma yang berlaku
di masyarakat, hukum merupakan ujung tombak dalam penegakkan keadilan.
1. Pengertian Hukum
Seorang
filsuf pernah mengatakan bahwa hukum itu ibarat pagar di kebun binatang. kebun binatang. Orang
berani pergi berkunjung ke kebun binatang, karena ada pagar yang membatasi antara liarnya kehidupan
binatang dengan para pengunjung. Jika tidak ada pagar
yang memisahkan pengunjung dengan binatang,
tentu saja tidak akan ada orang yang berani masuk ke kebun binatang itu. Para pengunjung dapat menikmati kehidupan binatang
dengan aman karena ada pagar yang membatasi mereka dengan binatang buas
tersebut.
Demikianlah hukum itu
pada hakikatnya merupakan pagar pembatas, agar kehidupan
manusia aman dan damai. Coba bayangkan oleh kalian jika seandainya di negara kita ini tidak ada hukum. Bisa
diperkirakan, kesemrawutan akan
terjadi dalam segala hal, mulai dari kehidupan pribadi sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari uraian di atas
kita dapat menarik kesimpulan bahwa hukum itu merupakan aturan,
tata tertib dan kaidah hidup. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang pasti tentang rumusan arti
hukum. Untuk merumuskan pengertian hukum tidaklah mudah, karena hukum itu
meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu pengertian tidak
mungkin mencakup keseluruhan segi dan bentuk hukum.
Selain itu, setiap
orang atau ahli akan memberikan arti yang berlainan sesuai dengan sudut pandang masing-masing yang akan
menonjolkan segisegi tertentu dari hukum. Hal ini sesuai
dengan pendapat Van Apeldorn bahwa “definisi tentang hukum adalah
sangat sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai
kenyataan”. Akan tetapi, meskipun sulit merumuskan definisi yang baku mengenau
hukum, di dalam hukum terdapat beberapa
unsur, diantaranya:
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi
yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa.
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Adapun yang menjadi
karakteristik dari hukum adalah:
a. Adanya perintah dan larangan.
b. Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua
orang.
Hukum berlaku di
masyarakat dan ditaati oleh masyarakat karena hukum memiliki sifat memaksa dan mengatur. Hukum dapat
memaksa seseorang untuk mentaati tata tertib yang berlaku di dalam
masyarakat dan terhadap
orang yang tidak mentaatinya diberikan sanksi yang tegas.
Dengan demikian suatu
ketentuan hukum mempunyai tugas untuk:
a. Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam
masyarakat.
b. Menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian
dan kebenaran.
c. Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri
dalam pergaulan masyarakat.
2.
Penggolongan Hukum
Hukum mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia. Mengingat aspek kehidupan manusia sangat luas, sudah barang tentu ruang
lingkup atau cakupan hukum pun begitu luas. Sehingga perlu dilakukan
penggolongan atau
pengklasifikasian.
Berdasarkan
kepustakaan ilmu hukum, hukum dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan sumbernya,
hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2) Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh
negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat)
4) Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
b. Berdasarkan tempat
berlakunya, hukum dapat dibagi
dalam:
1) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu.
2) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar negara dalam dunia internasional. Hukum internasional berlakunya secara universal, baik secara
keseluruhan maupun terhadap negara-negara yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional (traktat).
3) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah Negara lain.
4) Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh greja untuk para anggota-anggotanya
c. Berdasarkan bentuknya,
hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum tertulis, yang di bedakan atas dua macam sebagai
berikut:
a) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur dan dibukukukan, sehingga
tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya KUH Pidana, KUH Perdata dan KUH Dagang.
b) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi hukum yang meskipun tertulis,
tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah, sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan. Misalnya undang-undang,
peraturan pemerintah dan keputusan presiden.
2) Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini
oleh warga nasyarakat serta dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal, tetapi lahir dan tumbuh dikalangan
masyarakat itu sendiri.
d. Berdasarkan waktu
berlakunya, hukum dapat dibagi
dalam:
1) Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Misalnya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
2) Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya rancangan undang-undang (RUU)
e. Berdasarkan cara
mempertahankanya, hukum
dapat dibagi dalam:
1) Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat
yang berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang
dan dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya hokum pidana, hukum perdata, hukum dagang dan sebagainya.
2) Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum meterial. Misalnya Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata dan sebagainya.
f.
Berdasarkan
sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya melakukan pembunuhan , maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
2) Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat
peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Atau dengan kata lain, hukum yang
mengatur hubungan antar individu yang baru berlaku apabila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh hukum (undang-undang). Misalnya ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak
ada surat wasiat (testamen)
g. Berdasarkan wujudnya,
hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan kata lain, hokum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
2) Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif
sering juga disebut hak.
h. Berdasarkan isinya,
hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan individu (warga negara), menyangkut
kepentingan umum (publik). Hukum publik terbagi atas:
a) Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi.
b) Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara Negara dengan bagian-bagiannya.
c) Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas
kewajiban pejabat negara.
d) Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sebagainya.
2) Hukum privat (sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain, termasuk Negara sebagai pribadi. Hukum privat terbgi atas:
a) Hukum Perdata, yaitu huku mengatur hubungan antar individu secara umum. Contoh hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan.
b) Hukum Perniagaan (dagang), yaitu mengatur hubungan antar individu dalam perdagangan. Contoh hukum tentang jual beli, hutang piutang, mendirikan perusahaan dagang dan sebagainya)
B. Arti Penting Hukum yang Berlaku dalam Kehidupan
Bermasyarakat
Keberadaan hukum
dalam pergaulan hidup bagi warga negara memiliki arti penting dalam membina kerukunan, keamanan, ketenteraman, dan
keadilan. Secara singkat, dapat disebutkan arti penting hukum bagi
masyarakat, yaitu:
1. Memberikan kepastian hukum bagi warga negara
Sebuah peraturan
berfungsi untuk memberikan kepastian hukum bagi warga negara. Sebuah
negara yang tidak memiliki kepastian hukum sudah pasti akan kacau. Lihatlah
negara-negara yang tengah dilanda perang. Perang merupakan salah satu kondisi di mana kepastian hukum telah hancur pada tingkat yang paling rendah. Semua orang dapat bertindak
sesuka hatinya, berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat
akan menguasai yang lemah. Namun dengan
adanya hukum maka akan terdapat kepastian hukum.
2. Melindungi dan
mengayomi hak-hak warga negara
Peraturan hukum juga
berfungsi mengayomi dan melindungi hak-hak warga negara. Hak setiap orang secara kodrati sudah melekat pada diri manusia sebagai anugerah Tuhan. Hukum dibuat untuk menjamin agar hak tersebut terus dijaga. Dengan adanya hukum, orang tidak akan
sesuka hati melanggar hak orang lain.
3. Memberikan rasa
keadilan bagi warga negara
Hukum juga berperan
untuk memberikan rasa keadilan bagi warga negara.
Hukum tidak hanya
menciptakan ketertiban dan ketenteraman, namun juga keadilan bagi warga negara. Keadilan dapat diartikan sebagai
dalam keadaan yang sama tiap orang harus menerima bagian yang sama pula.
Juga berarti seseorang menerima sesuai dengan hak dan kewajibannya.
4. Menciptakan
ketertiban dan ketenteraman
Pada akhirnya, hukum
menjadi sangat penting karena hukum bias menciptakan ketertiban dan keterteraman. Masyarakat akan
tertib dan teratur apabila terdapat hukum dalam masyarakat
yang ditaati oleh warganya. Akan
sulit terbayangkan, masyarakat tanpa hukum maka yang terjadi adalah ketidaktertiban dan kehancuran.
C. Kepatuhan terhadap Hukum dalam Kehidupan Bermasyarakat
dan Bernegara
Setiap anggota
masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, baik kepentingan yang sama maupun berbeda. Tidak jarang di
masyarakat perbedaan kepentingan sering menimbulkan pertentangan yang
menyebabkan timbulnya suasana yang tidak tertib dan tidak teratur.
Dengan demikian untuk mencegah
timbulnya ketidaktertiban dan ketidakteraturan dalam masyarakat diperlukan sikap positif untuk menaati setiap norma atau
hukum yang berlaku di masyarakat.
1.
Perilaku yang sesuai dengan hukum
Dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita tidak akan bisa mengabaikan semua aturan atau hukum yang berlaku.
Sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya, kita senantiasa akan membentuk suatu
komunitas bersama guna menciptakan lingkungan
yang aman, tertib dan damai. Untuk menuju hal tersebut, diperlukan suatu kebersamaan dalam hidup dengan menaati peraturan atau
hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.
Ketaatan atau
kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam
perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan
hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung
menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum
mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran untuk:
a. memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku;
b. mempertahankan tertib hukum yang ada
c. menegakkan kepastian hukum.
Adapun ciri-ciri
seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang
berlaku dapat dilihat
dari perilaku yang diperbuatnya:
a. disenangi oleh masyarakt pada umumnya.
b. tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.
c. tidak menyinggung perasaan orang lain
d. menciptakan keselarasan
e. mencerminkan sikap sadar hokum
f.
mencerminkan
kepatuhan terhadap hukum
Perilaku yang
mencerminkan sikap patuh terhadap hukum harus kita tampilkan dalam kehidupan sehari baik di lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Berikut
ini contoh perilaku yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
a. Dalam kehidupan di lingkungan keluarga, diantaranya:
1) mematuhi perintah orang tua
2) ibadah tepat waktu
3) menghormati anggota keluarga yang lain seperti ayah, ibu,
kakak, adik dan sebagainya
4) melaksanakan aturan yang dibuat dan disepakati keluarga
b. Dalam kehidupan di lingkungan sekolah, diantaranya:
1) menghormati kepala sekolah, guru dan karyawan lainnya.
2) memakai pakaian seragam yang telah ditentukan
3) tidak mencontek ketika sedang ulangan
4) memperhatikan penjelasan guru
5) mengikuti pelajaran
sesuai dengan jadwal yang berlaku
6) tidak kesiangan
c. Dalam kehidupan di lingkungan masyarakat, diantaranya:
1) melaksanakan setiap norma yang berlaku di masyarakat.
2) melaksanakan tugas ronda
3) ikut serta dalam kegiatan kerja bakti
4) menghormati keberadaan tetangga disekitar rumah
5) tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan kekacauan di masyarakat seperti tawuran, judi, mabuk-mabukan dan sebagainya.
6) membayar iuran warga
d. Dalam kehidupan di lingkungan bangsa dan negara,
diantaranya:
1) bersikap tertib ketika berlalu lintas di jalan raya.
2) memiliki KTP
3) memili SIM
4) ikut serta dalam kegiatan Pemilihan Umum
5) membayar pajak
6) membayar retribusi parker
7) membuang sampah pada tempatnya.
2.
Perilaku yang bertentangan dengan hukum
beserta sanksinya
a. Macam-macam Perilaku yang Bertentangan
dengan Hukum
Perilaku yang
bertentangan dengan hukum timbul sebagai akibat dari rendahnya kesadaran hukum. Ketidakpatuhan terhadap
hukum dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1) Pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan;
2) Hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan.
Saat ini kita sering
melihat berbagai pelanggaran hukum banyak terjadi di negara ini. Hampir setiap hari kita mendapatkan informasi mengenai terjadinya
tindakan melawan hukum baik yang dilakukan oleh masyarakat ataupun oleh aparat penegak hukum sendiri. Berikut ini
contoh perilaku yang bertentangan dengan hukum yang
dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, bangsa dan negara.
1) Dalam lingkungan keluarga, diantaranya:
(a) mengabaikan perintah orang tua
(b) mengganggu kakak atau
adik yang sedang belajar
(c)
ibadah
tidak tepat waktu
(d) menonton tayangan yang tidak boleh ditonton oleh anak-anak
(e) nonton tv sampai larut malam
(f)
bangun
kesiangan
2) Dalam lingkungan sekolah, diantaranya
(a) mencontek ketika ulangan
(b) datang ke sekolah terlambat
(c) bolos mengikuti pelajaran
(d) tidak memperhatikan penjelasan guru
(e) berpakaian tidak rapi dan tidak sesuai dengan yang ditentukan sekolah
3) Dalam lingkungan masyarakat, diantaranya:
(a) melakukan perbuatan yang dilarang oleh norma yang berlaku di masyarakat
(b) mangkir dari tugas ronda malam
(c)
tidak
mengikuti kerja bakti dengan alasan yang tidak jelas
(d) mengkonsumsi obat-obat terlarang
(e) melakukan perjudian
(f)
membuang
sampah sembarangan
4) Dalam lingkungan bangsa dan negara, diantaranya:
(a) tidak memiliki KTP
(b) tidak memiliki SIM
(c)
tidak
mematuhi rambu-rambu lalu lintas
(d) melakukan tindak pidana seperti pembunuhan, perampokan, penggelapan dan sebagainya
(e) melakukan aksi teror terhadap alat-alat kelengkapan Negara
(f)
tidak
berpartisipasi pada kegiatan Pemilihan Umum
(g) merusak fasilitas negara dengan sengaja
b. Macam-macam sanksi
Untuk mencegah
terjadinya tindakan pelanggaran terhadap norma atau hukum,
maka dibuatlah sanksi dalam setiap
norma atau hukum tersebut.
Sanksi terhadap
pelanggaran itu amat banyak ragamnya, misalnya sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi
psikologis. Sifat dan jenis
sanksi dari setiap norma atau hukum berbeda satu sama lain. Akan
tetapi dari segi tujuannya sama, yaitu untuk mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat. Berikut
ini sanksi dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.
No.
|
Norma
|
Pengertian
|
Contoh-contoh
|
Sanksi
|
1.
|
Agama
|
Petunjuk
hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusan-utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang
berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran
|
a.
Beribadah
b.
tidak berjudi
c.
suka beramal
|
Tidak
langsung,
karena
akan diperoleh setelah meninggal dunia (pahala
atau dosa)
|
2.
|
Kesusilaan
|
Pedoman
pergaulan
hidup
yang
bersumber
dari
hati nurani
manusia
tentang baik-buruknya suatu perbuatan
|
a.
berlaku jujur
b.
menghargai orang
lain
|
Tidak
tegas, Karena hanya diri sendiri
yang Merasakan (merasa bersalah, menyesal,
malu
dan
sebagainya)
|
3.
|
Kesopanan
|
Pedoman
hidup yang timbul dari hasil pergaulan
manusia di
dalam masyarakat
|
a.
menghormati orang
yang lebih tua
b.
tidak berkata kasar
c.
menerima dengan tangan kanan
|
Tidak
tegas, tapi dapat diberikan
oleh
masyarakat dalam bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan
dalam pergaulan
|
4.
|
Hukum
|
Pedoman
hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang mengatur manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
(berisi perintah dan larangan)
|
a.
harus tertib
b.
harus sesuai prosedur
c.
dilarang mencuri
|
Tegas
dan nyata serta mengikat dan memaksa
bagi
setiap orang tanpa kecuali.
|
Dalam tabel di atas disebutkan bahwa sanksi norma hukum adalah tegas dan nyata. Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut:
1) Tegas berarti
adanya aturan yang telah dibuat secara material telah di atur. Misalnya, dalam hukum pidana menganai sanksi diatur dalam pasal 10 KUHP. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang mencakup:
(a) Hukuman Pokok, yang terdiri:
(1) hukuman mati
(2) hukuman penjara yang
terdiri dari hukuman seumur hidup dan
hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun)
(b) Hukuman Tambahan,
yang terdiri:
(1) pencabutan hak-hak
tertentu
(2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
(3) pengumuman keputusan hakim
2) Nyata berarti
adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contoh: Pasal 338 KUHP, menyebutkan “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar